Sekilas Info Tentang Teh Organik

Pertanian Organik adalah sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agroekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan.
Budidaya organik merupakan budidaya yang menggunakan bahan-bahan organik atau bahan-bahan yang keberadaannya secara alamiah pada semua tahap kegiatan; mulai dari penyiapan lahan, pemupukan, pengendalian hama penyakit, pemetikan, dll. Cara-cara bertanam ini bertumpu pada siklus alami.
Filosofi pertanian organik adalah : (1) semua mahluk hidup yang ada di alam baik adanya dan berguna;       (2) segala sesuatu yang tumbuh dan berkembang di alam ini mengikuti hukum alam; dan (3) segala mahluk yang ada di alam akan tumbuh dan berkembang dengan baik jika ada keseimbangan dalam alam itu sendiri.
Teh Organik adalah produk teh yang dihasilkan dari budidaya teh secara organik dan telah mendapat sertifikat organik.
Prinsip-prinsip budidaya tanaman organik berdasarkan peraturan MEE, yaitu Council Regulation (EEC) No. 2092/91, yang telah diperbaharui pada bulan Juli 2000. Hal ini berlaku di MEE, Jepang, USA, Asia, Australia, dll.

                                                     BUDIDAYA TEH ORGANIK

1.    Syarat Tumbuh
1.1        Tanah
·      Tanah mempunyai derajat keasaman (pH) antara 4,5-5,6.
·      Jenis tanah yaitu tanah Latosol dan tanah Podzolik.
·      Tanah yang mempunyai kedalaman efektif (effective depth) dan berstruktur re­mah lebih dari 40 cm.
1.2        Iklim
·      Suhu udara berkisar antara 13°C-25°C.
·      Cahaya matahari yang cerah dan kelembaban relatif pada siang hari tidak kurang 70%.
·      Curah hujan rata-rata sepuluh tahun terakhir menunjukkan bulan kemarau curah hujannya kurang dari 60 mm.
·      Jumlah hujan tidak kurang dari 2.000 mm per tahun.
·      Makin banyak sinar matahari makin cepat pertumbuhan, sepanjang curah hujan mencukupi.
                          1.3     Ketinggian Tempat
·      Tinggi tempat 800 - 2.000 m dari permukaan laut atau lebih.

1.    Persiapan Kebun Teh Organik
1.1      Areal Tanaman Yang Sudah Ada (Existing Area) 
Perkebunan teh organik harus terpisah dari perkebunan teh konvensional. Pemisahan ini dapat berupa jalan, parit, semak, pepohonan, barisan yang kosong, kebun lain, gunung, dll untuk mencegah kontaminasi bahan-bahan yang tidak diperbolehkan dalam budidaya organik baik melalui rembesan, angin, pelindian. Lebar border atau lebar isolasi sangat tergantung dari topografinya dan standar yang diacu. Pada tanah datar lebar isolasi cupup 25 m. Pada topografi miring, lebar isolasinya adalah sampai kebun organik terhindar dari aliran air dari lahan yang tidak organik. Organic Crop Association (OCIA), di Amerika Serikat lebar isolasi hanya 8 meter.
Produk organik yang hanya mengumpulkan dari produk alam, harus ada jaminan bahwa kegiatan tersebut tidak mempengaruhi stabilitas habitat alami dan tidak menyebabkan kepunahan species.
Pemilihan lokasi kebun teh organik adalah areal yang tidak banyak terserang serangga hama agar tidak banyak menggunakan pestisida nabati/mikroba, tidak banyak pencemaran dari sekitar, banyak sumber bahan organik, populasi tanaman teh masih rapat. Kebun teh yang berada pada dataran tinggi dan tidak ada masalah  ledakan serangga hama, sangat baik untuk mengusahaan kebun teh organik. Sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan bahan organik tersedia.
Masa Konversi adalah proses perubahan sistem pertanian dari konvensional menjadi organik, disebut juga waktu transisi, atau saat terakhir pemberian bahan yang dilarang sampai mendapat sertifikat organik. Hal ini harus dapat dibuktikan, bahwa selanjutnya dibudidayakan secara organik. Saat mulai ke masa konversi dapat dinyatakan dengan pernyataan tertulis dari Managemen atau Pemerintah Daerah (Kepala Desa). Lama masa konversi tergantung dari standar yang digunakan. Menurut Council Regulation (EEC) No. 2092/91 masa konversi untuk tanaman musiman 2 tahun dan unuk tanaman tahunan 3 tahun (EEC. 2000). Masa konversi menurut IFOAM (2000) adalah       12 bulan. Untuk tanaman tahunan 18 bulan.
Periode konversi kemungkinan besar waktunya tidak cukup untuk memperbaiki kesuburan tanah dan menetapkan kembali keseimbangan  ekosistem. Selama periode konversi pengelolaan harus didasarkan pada prinsip pertanian organik. Apabila lahan pertanian tidak dapat dikonversikan sekaligus bersama-sama, maka harus dilakukan secara bertahap dari satu hamparan ke hamparan yang lain. Harus ada perencanan yang jelas bagaimana cara melaksanakan konversi yang berpedoman pada standar dasar pertanian organik, yaitu proses mengembangkan ekosistem yang menguntungkan dan berkelanjutan. Standar minimum budidaya teh organik adalah tanpa menggunakan bahan kimia buatan baik pupuk maupun pestisida.

  
2.2      Penanaman Baru (New Planting)
a.    Persiapan lahan untuk penanaman baru (newplanting)
·       Survei dan pemetaan tanah dilakukan  untuk menentukan lahan yang sesuai untuk teh organik.
·      Lahan untuk penanaman baru dapat berupa hutan belantara, semak belukar atau lahan lahan yang dikonversikan ke tanaman teh.
·      Kedalaman solum 60 cm, tanah harus dalam keadaan gembur, tanah harus bersih dari sisa-sisa akar dan kayu-kayuan.
·      Jangka waktu persiapan lahan dengan waktu penanaman kurang lebih 2-3 bulan.
  b.    Bahan Tanam
Bahan tanaman harus bersertifikat organik; tidak diperlakukan bersama dengan bahan-bahan kimia yang tidak diperbolehkan; tidak termasuk genetic modified organism (GMO) atau tanaman hasil rekayasa genetika (transgenik). Klon teh yang ditanam adalah klon teh yang tahan terhadap serangan hama penyakit, mampu beradaptasi dengan iklim lokal, tahan terhadap beberapa stres (kekeringan, hara, dll); berpotensi hasil tinggi. Puslit Teh dan Kina sudah mempunyai klon-klon teh yang mendekati sifat-sifat tersebut. Minimal ada 5 (lima) jenis klon yang ditanam, agar keanekaragamannya lebih besar, sehingga resiko yang akan diperoleh bila terjadi ledakan hama atau penyakit semakin kecil. Semua bibit dan bahan tanaman harus bersertifikat organik; bila tidak ada alternatif lain yang tersedia, bibit dan bahan tanaman hasil pertanian konvensional dapat digunakan.
Klon teh yang dianjurkan oleh PPTK adalah Klon teh seri GMB1, BMB 2, GMB 3, GMB 4, GMB 5, GMB 6, GMB 7, GMB 8, GMB 9, GMB 10, DAN GMB 11, yang mempunyai potensi hasil 4,0 – 5,8 ton/ha/thn, dan tahan terhadap serangan penyakit cacar teh. Untuk jenis sinensis adalah klon GMBS 1, GMBS 2M GMBS 3, GMBS 4, dan GMBS 5, yang mempunyai potensi produksi lebih tinggi dari klon teh Yabukita dari Jepang. Jenis klon ini khusus untuk teh hijau.
c.    Penanaman Pohon Pelindung

Tanaman pelindung sementara :

·      Tanaman pelindung sementara yang digunakan adalah jenis Crotalaria sp., Tephrosia sp, Sesbania sesban dan Mogania.
·      Dengan mene­barkan biji-bijinya sebanyak 8-10 kg/ha diantara barisan tanam­an dengan selang 2 baris, dilakukan setelah selesai penanaman teh.

Tanaman pelindung tetap :

·    Pohon pelindung diperlukan setelah tanaman pelindung se­mentara tidak lagi dapat dipertahankan (2-3 tahun).
·    Sebaiknya setelah tanaman teh berumur 2-3 tahun. Untuk itu pohon pelindung  ditanam 1 tahun atau bersamaan dengan tanaman teh.
·    Jenis pohon pelindung tetap diantaranya: Lamtoro (Leucaena leucichepala), salmnder (Grevilea robusta), Glerisidia (Glericidia maculata), nimba (Azadirahta indica), mindi (Melia azedarah), Sagawe (Abus precatorium), Malaktika, Suren (Tona sureni), Kayu bogor (Mesopsis manii), Sengon (Albisia sinensis), Ramayana, dll.